ANALISIS MENGENAI KREDIT MACET
KREDIT MACET
oleh.Wibi prasetio/HES 4C
a A.
Pengertian Kredit dan kredit macet
Berdasarkan undang – undang No. 10
tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang
dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank
dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit macet atau problem loan
adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor
atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat,
1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam
kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)
1.
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit
lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
2.
Dapat memenuhi kriteria kredit
diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan
kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan
kredit; atau
3.
Penyelesaian pembayaran kembali
kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan
Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit.[1]
Unsur-unsur
dalam suatu perjanjian kredit[2],
yaitu :
a. Kepercayaan
Keyakinan bahwa kedit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali
dimasa dating.
b.
Kesepakatan
Adanya kesepakatan antara si pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit
(debitur).
c.
Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan mempunya jangka waktu tertentu, jangka waktu
ini mencakup masa pengambilan kredit yang disepakati.
d.
Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengambilan akan menyebabkan suatu resiko tidak
tertagihnya/kredit macet.
e.
Balas Jasa
Merupakan keuntungan
atas pemberian suatu kredit atau jasa yang kita kenal dengan nama bunga.
B.
Penyebab kredit macet[3]
a.
Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang
ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan.
b.
Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena
memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau
sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan
menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat
operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti
Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang
harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu,
bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap
keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan
pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan
karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang
berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung
menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
- Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
- Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
- Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
- Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui
apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi
kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah
monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi
esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung
jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena
oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya.
Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak
kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh
manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar
penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau
perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak
bersalah akan ikut menjadi korbannya.
C.
Prinsip-prinsip
Dalam Pemberian Kredit
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan yaitu prinsip 5C yang
meliputi:
1. Character
2. Capacity
3. Capital
4. Colleteral, dan
5. Conditions.
D. Kasus Yang Berkenaan Dengan Kredit Macet
contoh kasus pada bank danamon yang terkena kredit macet debitur fiktif
JAKARTA. Bank Danamon tengah tersandung kasus pemberian kredit kepada debitur bernama O Sugandi yang ternyata sudah meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Kasus ini telah dilaporkan oleh sang ahli waris kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kasus bermula pada tahun 2010 ketika PT Petro Kencana mengajukan permohonan kredit kepada Bank Danamon. Di perusahaan tersebut, Bank Danamon menganggap O Sugandi duduk menjadi salah satu Direktur bersama Andi Rusli Sajo yang menjabat sebagai Direktur Utama. Nilai pinjaman mencapai Rp 7,7 miliar yang dicairkan secara bertahap.
“Padahal almarhum ayah saya tidak pernah berhubungan dengan perusahaan tersebut. Ayah saya hanyalah purnawirawan TNI AD,” kata Henny Susanti, puteri O Sugandi saat dihubungi KONTAN, Rabu (3/12).
Henny menjelaskan dalam dokumen yang terungkap di Pengadilan Negeri Tangerang, ternyata proses pengajuan kredit pada Bank Danamon oleh “O Sugandi” misterius terjadi pada tahun 2010. Padahal O Sugandi asli telah meninggal dunia pada tahun 2003 di RS Siloam Jakarta karena mengalami serangan jantung. “Ada surat dari RS Siloam yang membuktikan ayah saya sudah lama meninggal,” ujar Henny.
Oleh sebab itu, Henny mengaku tak habis pikir jika ayahnya dituding menunggak kredit macet. Dalam KTP yang dijadikan dokumen di Bank Danamon, ternyata tahun kelahiran O Sugandi tertulis 1944. “Padahal ayah saya lahir tahun 1928. Beliau sampai meninggal juga memiliki KTP Sukabumi, Jawa Barat, bukan Tangerang,” jelas Henny.
Kini dirinya sebagai ahli waris O Sugandi, oleh Bank Danamon diharuskan membayar tunggakan kredit beserta bunganya yang seluruhnya mencapai Rp 9 miliar. “Ternyata perjanjian kredit entah oleh siapa itu menggunakan rumah dan tanah warisan ayah kami seluas 4.000 m2 di Curug Wetan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Tentu saja kami menolak,” imbuh Henny.
Henny tak bisa melepaskan kecurigaan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu terkait manipulasi data dalam proses pengajuan kredit di Bank Danamon pada tahun 2010 tersebut. Selain sedang proses perkara di Pengadilan Negeri Tangerang, ia juga telah melaporkan hal ini pada OJK sebagai otoritas pengawasan perbankan.
“Tapi saya kecewa pada OJK yang cenderung pasif. OJK justru mengatakan menunggu dulu putusan pengadilan yang akan keluar. Seharusnya OJK proaktif memanggil Bank Danamon terkait masalah dalam proses pengajuan kredit itu,” pungkas Henny.
KONTAN juga telah mendapat konfirmasi langsung pada pihak Bank Danamon. Dalam jawaban tertulis pada Rabu (3/12), Henny Gunawan, Regional Corporate Officer Danamon Wilayah 1 – Jabodetabeka, Cilegon, Serang, dan Lampung, mengatakan pihak Bank Danamon bersikukuh bahwa O Sugandi adalah salah satu Direktur yang tercatat dalam Akta Anggaran Dasar PT Petro Kencana sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku di Bank.
“Saat ini permasalahan keabsahan jaminan atas nama O Sugandi masih dalam proses hukum perdata maupun pidana,” kata Henny. Ia kembali menegaskan bahwa Bank Danamon akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
OJK sendiri terlihat enggan bersikap terbuka mengenai kasus ini. “Pengawas lagi mendalami masalah ini. Coba cek ke pengawasnya. Mungkin bisa kontak pak Irwan (Irwan Lubis, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK),”kata Nelson pada KONTAN dalam pesan pendek, Rabu (3/12). KONTAN lantas menghubungi Irwan Lubis, sayangnya hingga berita ini turun, telepon dan SMS yang dikirim tak mendapat respons.
D. Kasus Yang Berkenaan Dengan Kredit Macet
contoh kasus pada bank danamon yang terkena kredit macet debitur fiktif
JAKARTA. Bank Danamon tengah tersandung kasus pemberian kredit kepada debitur bernama O Sugandi yang ternyata sudah meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Kasus ini telah dilaporkan oleh sang ahli waris kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kasus bermula pada tahun 2010 ketika PT Petro Kencana mengajukan permohonan kredit kepada Bank Danamon. Di perusahaan tersebut, Bank Danamon menganggap O Sugandi duduk menjadi salah satu Direktur bersama Andi Rusli Sajo yang menjabat sebagai Direktur Utama. Nilai pinjaman mencapai Rp 7,7 miliar yang dicairkan secara bertahap.
“Padahal almarhum ayah saya tidak pernah berhubungan dengan perusahaan tersebut. Ayah saya hanyalah purnawirawan TNI AD,” kata Henny Susanti, puteri O Sugandi saat dihubungi KONTAN, Rabu (3/12).
Henny menjelaskan dalam dokumen yang terungkap di Pengadilan Negeri Tangerang, ternyata proses pengajuan kredit pada Bank Danamon oleh “O Sugandi” misterius terjadi pada tahun 2010. Padahal O Sugandi asli telah meninggal dunia pada tahun 2003 di RS Siloam Jakarta karena mengalami serangan jantung. “Ada surat dari RS Siloam yang membuktikan ayah saya sudah lama meninggal,” ujar Henny.
Oleh sebab itu, Henny mengaku tak habis pikir jika ayahnya dituding menunggak kredit macet. Dalam KTP yang dijadikan dokumen di Bank Danamon, ternyata tahun kelahiran O Sugandi tertulis 1944. “Padahal ayah saya lahir tahun 1928. Beliau sampai meninggal juga memiliki KTP Sukabumi, Jawa Barat, bukan Tangerang,” jelas Henny.
Kini dirinya sebagai ahli waris O Sugandi, oleh Bank Danamon diharuskan membayar tunggakan kredit beserta bunganya yang seluruhnya mencapai Rp 9 miliar. “Ternyata perjanjian kredit entah oleh siapa itu menggunakan rumah dan tanah warisan ayah kami seluas 4.000 m2 di Curug Wetan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Tentu saja kami menolak,” imbuh Henny.
Henny tak bisa melepaskan kecurigaan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu terkait manipulasi data dalam proses pengajuan kredit di Bank Danamon pada tahun 2010 tersebut. Selain sedang proses perkara di Pengadilan Negeri Tangerang, ia juga telah melaporkan hal ini pada OJK sebagai otoritas pengawasan perbankan.
“Tapi saya kecewa pada OJK yang cenderung pasif. OJK justru mengatakan menunggu dulu putusan pengadilan yang akan keluar. Seharusnya OJK proaktif memanggil Bank Danamon terkait masalah dalam proses pengajuan kredit itu,” pungkas Henny.
KONTAN juga telah mendapat konfirmasi langsung pada pihak Bank Danamon. Dalam jawaban tertulis pada Rabu (3/12), Henny Gunawan, Regional Corporate Officer Danamon Wilayah 1 – Jabodetabeka, Cilegon, Serang, dan Lampung, mengatakan pihak Bank Danamon bersikukuh bahwa O Sugandi adalah salah satu Direktur yang tercatat dalam Akta Anggaran Dasar PT Petro Kencana sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku di Bank.
“Saat ini permasalahan keabsahan jaminan atas nama O Sugandi masih dalam proses hukum perdata maupun pidana,” kata Henny. Ia kembali menegaskan bahwa Bank Danamon akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
OJK sendiri terlihat enggan bersikap terbuka mengenai kasus ini. “Pengawas lagi mendalami masalah ini. Coba cek ke pengawasnya. Mungkin bisa kontak pak Irwan (Irwan Lubis, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK),”kata Nelson pada KONTAN dalam pesan pendek, Rabu (3/12). KONTAN lantas menghubungi Irwan Lubis, sayangnya hingga berita ini turun, telepon dan SMS yang dikirim tak mendapat respons.